Malam itu terdengar rintik-rintik hujan dari atap kamarku.
Iya benar, suara yang sangat aku sukai :)
"Ce, mau susu jahe gak? Kan sekalian beli nasi goreng.", ucap adikku sembari bergegas mengambil uang yang sudah aku siapkan untuknya.
"Hmm......", aku terdiam sejenak.
"Mau gak? Nanti hujannnya semakin gede nih kalo cece kelamaan mikirnya"
"Enggak dulu deh, lagi gak pengen."
Cuaca dingin dan susu jahe hangat (seharusnya) adalah teman yang sempurna untuk menemani malam itu, tapi aku menolaknya.
Aku juga tidak begitu menyadari kapan dan dimana "susu jahe" itu menjadi minuman yang memiliki arti sendiri bagiku.
Sebelumnya, susu jahe hangat adalah minuman pertama yang aku cari ketika hujan untuk menghangatkanku. Tapi akhir-akhir ini aku merasa fungsi dari minuman ini sudah tidak berfungsi kepadaku.
Dan aku tersadar, "susu jahe hangat" tidak bisa bertahan lama.
Ketika pertama disajikan, susu jahe hangat membuat nyaman dan membuatku hangat. Ketika rasa nyaman itu bertambah, aku memperlambat minumku agar lebih lama aku merasakan rasa nyaman tersebut. Namun, karena keegoisanku untuk tidak menyelesaikannya dengan cepat, susu jahe tersebut menjadi dingin dan tidak enak untuk dinikmati lagi.
Aku tidak terbiasa menjalani sesuatu dengan singkat ataupun cepat, aku tidak suka.
Itu alasanku kenapa aku tidak menyelesaikannya dengan cepat.
Aku (pernah) bahagia karena dibuat hangat, namun jika akhirnya aku akan kedinginan lagi, aku memilih untuk tidak meminumnya lagi.
Mungkin itu alasan sebenarnya kenapa aku berhenti meminum susu jahe. Fungsi sebenarnya adalah menghangatkan, tapi bagiku susu jahe hangat malah akan membuatku semakin kedinginan.
Oleh sebab itu sekarang aku lebih memilih minuman dingin ketimbang hangat.
Minuman dingin sudah membuatku kedinginan dari awal tanpa menjanjikan kehangatan sama sekali :)